Djoko Tjiptono - detikNews
Jakarta - Priok berdarah terulang lagi. Sejumlah orang luka parah dan ringan dalam upaya penggusuran makam Mbah Priok. Bahkan tiga di antaranya meregang nyawa. Bagaimana sebenarnya koordinasi aparat keamanan sehingga upaya penertiban berubah menjadi kerusuhan massal?
Menurut catatan detikcom, Kamis (14/4/2010) pagi buta, ribuan anggota Satpol PP telah berdatangan ke Koja, Jakarta Utara. Hari itu mereka mantap akan menggusur bangunan tak berizin di areal makam Habib Hasan bin Muhammad al Haddad alias Mbah Priok. Mereka melengkapi diri dengan helm, tameng, serta pentungan.
Namun siapa nyana. Ratusan warga setempat melakukan perlawanan. Mereka tak mundur selangkah pun saat ribuan annggota Satpol PP Pemrov DKI merangsek. Diawali saling teriak antara dua kubu. Tapi sesaat kemudian, perang pun pecah. Batu, kayu serta benda-benda keras lainnya berterbangan di udara. Bom molotov ikut dilemparkan dan senjata tajam dihunus.
Massa dan aparat Satpol PP sama-sama beringas. Saling serang, saling gebuk satu sama lain. Korban pun satu persatu berjatuhan dari kedua belah pihak. Ratusan orang luka ringan dan parah. Bahkan dua orang anggota Satpol PP meregang nyawa.
Suasana mencekam berlanjut hingga malam hari. Puluhan mobil milik Satpol PP dibakar massa. Arus lalu lintas menuju terminal peti kemas Pelindo pun terputus untuk beberapa jam.
Di mana keberadaan saat bentrok maut itu terjadi? Yang pasti, Polri ikut memback-up penggusuran makam Mbah Priok itu. Mereka menerjunkan 600 personelnya. Tidak cuma Polri, sebenarnya TNI pun ikut mengirimkan personelnya membantu Satpol PP melakukan penggusuran makam Mbah Priok.
Semestinya melihat banyaknya aparat keamanan, apalagi ada unsur TNI dan Polri di dalamnya, upaya penggusuran makam Mbah Priok bisa berjalan lebih baik. Sebab Polri tentunya jauh lebih terlatih melakukan proses negosiasi ketimbang Satpol PP. Namun kenyataannya, koordinasi antar aparat terkesan amburadul. Satpol PP seolah bermain sendiri.
Sumber detikcom di kepolisian tidak menampik adanya ketidakberesan koordinasi antar aparat. Bahkan menurutnya, penggusuran tersebut belum saatnya dilakukan. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan Pemprov DKI seperti disarankan berbagai pihak.
"Memang ini seperti dipaksakan dan diputuskan mendadak. Dalam rapat koordinasi sebelumnya, tidak ada keputusan penggusuran akan dilakukan hari itu (Rabu, 14 April)," ujarnya.
Amburadulnya manajemen penertiban makam Mbah Priok itu diamini Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan. Menurut Azas, harus ada reformasi total di pimpinan Satpol PP.
"Harus dibentuk tim investigasi untuk menyelidiki tragedi berdarah tersebut. Kasus ini harus diusut tuntas mengapa penggusuran itu berujung kerusuhan," tegasnya.
(djo/nrl)
Jakarta - Priok berdarah terulang lagi. Sejumlah orang luka parah dan ringan dalam upaya penggusuran makam Mbah Priok. Bahkan tiga di antaranya meregang nyawa. Bagaimana sebenarnya koordinasi aparat keamanan sehingga upaya penertiban berubah menjadi kerusuhan massal?
Menurut catatan detikcom, Kamis (14/4/2010) pagi buta, ribuan anggota Satpol PP telah berdatangan ke Koja, Jakarta Utara. Hari itu mereka mantap akan menggusur bangunan tak berizin di areal makam Habib Hasan bin Muhammad al Haddad alias Mbah Priok. Mereka melengkapi diri dengan helm, tameng, serta pentungan.
Namun siapa nyana. Ratusan warga setempat melakukan perlawanan. Mereka tak mundur selangkah pun saat ribuan annggota Satpol PP Pemrov DKI merangsek. Diawali saling teriak antara dua kubu. Tapi sesaat kemudian, perang pun pecah. Batu, kayu serta benda-benda keras lainnya berterbangan di udara. Bom molotov ikut dilemparkan dan senjata tajam dihunus.
Massa dan aparat Satpol PP sama-sama beringas. Saling serang, saling gebuk satu sama lain. Korban pun satu persatu berjatuhan dari kedua belah pihak. Ratusan orang luka ringan dan parah. Bahkan dua orang anggota Satpol PP meregang nyawa.
Suasana mencekam berlanjut hingga malam hari. Puluhan mobil milik Satpol PP dibakar massa. Arus lalu lintas menuju terminal peti kemas Pelindo pun terputus untuk beberapa jam.
Di mana keberadaan saat bentrok maut itu terjadi? Yang pasti, Polri ikut memback-up penggusuran makam Mbah Priok itu. Mereka menerjunkan 600 personelnya. Tidak cuma Polri, sebenarnya TNI pun ikut mengirimkan personelnya membantu Satpol PP melakukan penggusuran makam Mbah Priok.
Semestinya melihat banyaknya aparat keamanan, apalagi ada unsur TNI dan Polri di dalamnya, upaya penggusuran makam Mbah Priok bisa berjalan lebih baik. Sebab Polri tentunya jauh lebih terlatih melakukan proses negosiasi ketimbang Satpol PP. Namun kenyataannya, koordinasi antar aparat terkesan amburadul. Satpol PP seolah bermain sendiri.
Sumber detikcom di kepolisian tidak menampik adanya ketidakberesan koordinasi antar aparat. Bahkan menurutnya, penggusuran tersebut belum saatnya dilakukan. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan Pemprov DKI seperti disarankan berbagai pihak.
"Memang ini seperti dipaksakan dan diputuskan mendadak. Dalam rapat koordinasi sebelumnya, tidak ada keputusan penggusuran akan dilakukan hari itu (Rabu, 14 April)," ujarnya.
Amburadulnya manajemen penertiban makam Mbah Priok itu diamini Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan. Menurut Azas, harus ada reformasi total di pimpinan Satpol PP.
"Harus dibentuk tim investigasi untuk menyelidiki tragedi berdarah tersebut. Kasus ini harus diusut tuntas mengapa penggusuran itu berujung kerusuhan," tegasnya.
(djo/nrl)
Komentar