Langsung ke konten utama

MAKALAH ETNOGRAFI SUKU BANGSA MOI DI DESA KANDATE DEPAPRE PROV. PAPUA



-->
Tugas Kelompok
ETNOGRAFI SUKU BANGSA MOI DI DESA KANDATE DEPAPRE
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etnografi Papua
Dosen pembimbing:
Drs. Susanto, M.Hum

Disusun Oleh:
Kelompok IV
1. ABD. KARMAN
2. MARYATI
3. RISMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
AL-FATAH JAYAPURA
2010
I. PENDAHULUAN
Istilah Etnografi berasal dari bahasa yunani kuno, Etnos dan Graphy. Etnos berarti bangsa dan grafi berarti diskripsi atau pelukisan. Dengan demikian etnografi adalah pelukisan mengenai bangsa-bangsa .
Adapun kita sebagai penduduk wilayah provinsi Papua berkewajiban mengetahui akan suku-suku bangsa yang ada di Papua ini demi terjalinnya hubungan harmonis antara kita sebagai penduduk dengan masyarakat asli papua itu sendiri.
Dan perlu kita ketahui bahwa Papua adalah merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang memili suku bangsa yang paling banyak, serta unik dan patut untuk kita pelajari secara lebih detail dan mendalam.
Dalam makalah ini kami berusaha mengkaji tentang suku bangsa Moi Desa Kendate Kecamatan Depapre. Adapun dalam penulisan makalah ini sangat banyak kekurangan karena kendala kurangnya literature yang memuat materi ini, sehingga kami mohon kritik dan saran membangun dari segenap pembaca.
II. RUMUSAN MASALAH
a. Gambaran umum suku Moi
b. Keadaan iklim demografi
c. Sejarah asal usul dan bahasa suku Moi
d. Mata pencaharian
e. Religi dan kesenian
f. Sistem organisasi social dan kekerabatan
III. PEMBAHASAN
1. Gambaran umum suku Moi
Desa Kendate merupakan salah satu desa yang berada di pantai utara Jayapura, yang merupakan bagian dari wilayah kecamatan Depapre kabupaten Jayapura dimana terletak di kaki gunung Ipapu dan Depapre. Secara administeratif pemerintahan desa Kendate memiliki batas wilayah sbb:
· Sebelah utara berbatasan dengan desa sroyena kec. Demta
· Sebelah timur berbatasan dengan desa enteyebo kec. Depapre
· Sebelah selatan berbatasan dengan desa Maribu kec. Sentani Barat
· Sebelah barat berbatasan dengan Lautan pasifik
Keadaan tofografi desa Kendate reltif bergunung dan berbatuan karena berada di kaki gunung Ipapu dan Depapre, serta memiliki hutan yang cukup luas.
2. Keadaan iklim demografi
Iklim di wilayah Kendate terletak di pesisir pantai suhu minimum 23,2°C dan suhu udara maksimum 32,3°C dengan kelembaban udara 32°C. curah hujan di desa Kendate cukup tingi dimana setiap bulan dalam satu tahun selalu turun hujan yang berkisar 1674 mm/tahun.
Jumlah demografi penduduk di desa Kendate secara keseluruhan adalah 377 orang yang terdiri dari laki-laki 198 orang dan perempuan 179 orang yang mencakup 81 KK. Tinggi angka kelahiran ini disebabkan oleh banyaknya perkawinan pada usia muda, secara umum masyarakat desa Kendate tidak mau menjalankan program KB karena mengnggap hal tersebut bukan merupakan kebutuhan primer bagi mereka, selain itu menurut keparcayaan bahwa para arwah atau dewa tidak lagi memberikan keturunan bagi keluarga tersebut.
3. Sejarah asal usul dan bahasa suku Moi
Moyang suku Moi berasal dari genyem damn kemtuk gresik kata “Moi” artinya “pemandangan matahari sore yang kemerah-merahan dan agak kabut diatas bukit” secara khusus orang Moi yang berada di desa Kendate terdiri dari 11 (sebelas) klen, klen ini memiliki asal-usul yang berbeda. Orang pertama yang menempati desa Kendate adalah klen walli. “walli” artinya manusia yang keluar dari dalm tanah atau “manusia yang hidup”. pada tahun 1912 injil masuk keteluk demaenggong oleh Yakob suae yang berasal dari desa Entyebo, orang pertama kali menerima Injil adalah klen wandadaya.
Karena kurangnya umat, semua orang yang berada didataran wanbusron harus turun kepantai dan membentuk satu kampong dan membentuk satu kampong dan menerima Injil. Pada tahun 1940-an terjadi perang dunia ke-II antara bangsa amerika dan jepang, karena takut akan bahaya maka semua masyarakat yang berada disekitar pantai pindah kedaratan dan membentuk perkampungan-perkampungan baru. Tiap klen memiliki seorang kepala suku dan tiap kampong dipimpin oleh Korano/seorang pemimpin dan untuk memudahkan pengawasan dari pemerintah Hindia Belanda maka seluruh masyarakat diperintah untuk membentuk satu perkampungan Demanggong yang sekarang disebut desa Kendate.
Pengertian kata Moi menurut masyarakat berarti satu bahasa yang artinya mereka semua berasal dari kamtuk yang memiliki bahasa yang sama, bahasa daerah dalam kehidupan mereka. Dalam kehidupan setiap hari dikalangan para pemuda dan pelajar pemakaian bahasa Moi sebagai bahasa pengantar sudah jarang dipergunakan, kecuali kalangan orang tua sebagai alat komunikasi setiap hari.
4. Mata pencaharian
Pada dasarnya aktifitas mata pencaharian orang Moi di desa Kandate bervariasi namun yang paling utama adalah aktifitas bercocok tanam. Selain bercocok tanam terdapat juga mata pencaharian seperti meramu sagu, menangkap ikan dan berburu.
5. Religi dan kesenian
Orang Moi memiliki kepercayaan tradisional yang diyakini kepercayaan itu tetap ada sekalipun mereka sudah percaya pada ajaran agama Kristen yang diajarkan kepada mereka. Masyarakat percaya kepada arwah-arwah roh yang berada disekeliling mereka. Orang Moi juga mengenal ilmu gaib misalnya membantu aktifitas mata pencaharian hidup seperi berkebun, berburu, menangkap ikan. Bagi orang Moi kepercayaan terhadap nenek moyang mereka ada berbagai macam bentuk tergantung dari asal mula suku/klen itu berasal. Misalnya klen Walli memiliki sebuah alat music (prenggung). Mereka percaya bahwa benda ini dapat menolong mereka dalam musibah sperti sakit ataupun meninggal.
Dalam kehidupan sehari-hari orang Moi tidak terlepas dari seni, baik seni rupa, seni suara, maupun seni tari. Seni rupa merupakan bagian dalam kebudayaan orang moi di desa Kendate Nampak pada perahu bercadik, anak panah, tifa, dan kayu pemikul babi. Seni vocal pada masyarakat Kendate khususnya kalangan muda sering melantunkan lagu daerah yang berirama lemon nipis. Misalnya ibadah berkabung, acara perpisahan, tamu dating, pelantikan ondo afi, dan lain-lain. Alat music yang digunakan yaitu gitar, suling, stang bass, uku lele, dan tifa.
Adapun suku Moi di desa Kendate memiliki dua bentuk tari yakni dansa adat biasa (kenasi babu), dansa adat ini biasanya dilakukan pada acara pentabisan atau peneguhan seorang ondoafi, menjemput tamu, perkawinan. Dan adpun Yefi adalah berisi lagu-lagu pujian terhadap seorang gadis dan yefi ini digunakan generasi muda untuk mencari jodohnya. Lagu-lagu yang dinyanyikan dapat diciptakan oleh kaum muda itu sendiri dan dapat diciptakan dimana saja.
6. Sistem Organisasi Social Dan Kekerabatan
Masyarakat Kendate memiliki dua sistem kepemimpinan yakni system kepemimpinan informal dan system kepemimpinan formal. Pada system informal adalah tipe ondoafi yang merupakan pemimpin tertinggi, dan bersifat turun temurun. Setiap klen memiliki kepala suku untuk memimpinnya. Berdasarkan struktur itu, ondoafi memiliki tugas dan kedudukan yang tertingi yaitu pada unsur unsur adat seperti melindungi, mengawasi dan memelihara serta bertangung jawab atas keamanan, kenyamanan warga masyarakat dan mengkoordinir kepala klen yang ada.
Selain itu ondoafi juga memiliki tugas menyimpan harta kekayan milik masyarakat, melindungu dan menjaga segala sesuatu yang menajadi sumber hidup masyarakat.
Dalam sistem kekerabatan orang Moi , peranan seorang anak laki-laki yang dudah kawin dan belum dapat mengurus rumah tanga di beri kesempatan untuk tinggal dengan orang tuanya untuk mengurus kebutuhan nya bersama keluarganya. Keluarga inti pada suku Moi terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum menikah. Untuk keluarga luas adalah kelompok keluarga kekerabatan yang terdiri dari kumpulan keluarga inti yang saling berhubungan karena sedarah dan hidup bersama.
Bentuk perkawinan monogamy merupakan wadah terpenuhi tujuan keluarga dengan cara yang lebih baik, artinya perkawinan yang menguntungkan bukan saja bagi istri dan anak-anaknya tetapi warga masyarakat yang lainnya. Namun, bentuk poligami tidak menutup kemungkinan apabila memiliki harta yang banyak dan sangup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Dala perkawinan suku Moi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila hendak melangsungkan perkawianan yaitu kedewasaan umur, kemampuan untuk membayar mas kawin, mampu berkebun atau melaut, mempunyai sikap sopan, pencurahan tenaga untuk kawin, dan pertukaran gadis.
DAFTAR PUSTAKA
Program Ners (2010). Etnografi Papua. Jayapura: Penerbit Universitas Cenderawasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galeri Foto Tragedi Makam Mbah Priok Berdarah, 14 April 2010

by. charment Putra Maspul Ini adalah merupakan seuntaian bukti sejarah baru di negeri ini akan kekerasan dari pihak aparat yang menindas rakyat kecil, dengan semena-mena menganiya, menyiksa, bahkan membunuh rakyat demi pekerjaan mereka (SATPOL PP). namun kemudian muncul tanda tanya besar, Siapakah yang pantas bertanggung jawab dengan Kasus Makam Mbah Priok ini??? Kesalahan siapa??Apakah Gubernur DKI, Kesatuan Pamong Praja DKI, Ataukah Masyarakat yang mempertahankan makam Mbah Priok?? Belum ada yang bisa menjawab semua pertanyaan tersebut, namun korban telah berjatuhan, darah telah mengalir, nyawa-nyawa tak berdosa telah melayang. Dimana hati para pemimpin bangsa ini, sebiadab itukah SATUAN POLISI PAMONG PRAJA? apakah tujuan mereka dibentuk untuk menindas dan menghancurkan rakyat kecil??apakah mereka bukan manusia selayaknya punya hati nurani yang juga berasal dari rakyat kecil?? TANDA TANYA BESAR????? Pantaskah SATPOL PP Dibubarkan sesuai tuntutan sebagian rakyat?? mari sat

Makalah Antropologi Agama "Siri' Na Pacce" (Budaya Bugis Makassar)

--> MAKALAH INDIVIDU SIRI’ NA PACCE Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Agama DOSEN PENGAMPUH : AMIR MAHMUD MADUBUN, SH, MH OLEH : NAMA           : ABDUL KARMAN NIM               : 008 111 001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) AL-FATAH JAYAPURA 2010 BAB I A.        PENDAHULUAN Beragam budaya sebagai sebuah pemikiran yang prinsipil dan esensial kehilangan jati diri yang sesungguhnya, banyak di antaranya tinggal sebuah puing cerita dan sebagian yang lain kaku di atas definisi sempit yang menggeneralisasikan hakikat dan makna prinsipil kebudayaan yang begitu luas serta penurunan eksistensi dalam menstimulasi lahirnya kewibawaan dan kehormatan. Sebagai gambaran nilai budaya yang prinsipil dan sepantasnya terinterpretasikan dalam setiap sub kebijakan nasional adalah sebuah budaya “Siri’ na Pacce”. Budaya siri’ na

Makawaru : Dimana Berada, Berusaha Membangun (Dimuat di koran Bintang Papua)

JAYAPURA— Guna memberikan wadah berimpun para mahasiswa asal Enrekang atau juga disebut Daerah Massenrenpulu, Minggu (8/5) kemarin terbentuk sebuah organisasi Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrenpulu (HPMM) Korwil I Papua. Hal itu dengan digelarnya Musywarah Koordinator Wilayah I HPMM, di Hotel Ermasitha, Polimak, Kota Jayapura, yang akan memilih ketua dan pengurus. “Selain itu juga untuk merumuskan program kerja HPMM,” ungkap deklarator Korwil Papua, Abdul Karman kepada Bintang Papua. Dalam musyawarah tersebut, juga menghadirkan dua Pengurus Pusat HPMM dari Makassar, Suhendi dan Lukmanul Hakim. “Pembentukan HPMM di Papua ini sebagai jawaban atas permintaan yang kami terima per telepon. Dan sesuai Anggaran Dasar, bahwa setiap provinsi atau Kabupaten bisa membentuk Korwil. Sehingga kami respon baik keinginginan teman-teman di Papua dan Ayahanda dari HIKMA,” ungkapnya. Selain itu, dikatakan juga bahwa dari Pimpinan Pusat HPMM berharap organisasi HPMM bisa lebih berkemban